RELASI WACANA DAN KEKUASAAN DALAM NOVEL “SILENT HONOR” YANG BERORIENTASI DALAM PENGKISAN IDENTITAS DAN KEBUDAYAAN JEPANG
Marliza Rahma Yuli
0810731007
Pendahuluan
Makalah ini akan membahas wacana dan kekuasaan yang ada dalam novel Silent Honor yang berorientasi ke arah pengikisan identitas mereka sebagai orang Jepang, yang dipaparkan dengan sangat jelas dalam bentuk wacana.
Wacana dan kekuasaan mempunyai hubungan yang sangat kuat. Wacana merupakan alat yang diproduksi oleh kekuasaan untuk melestarikan kekuasaannya dan menanamkan ideologi kekuasaan kedalam pikiran masyarakat. tidak hanya itu, wacana juga berperan aktif dalam menyebarkan kebudayaan, menindas budaya yang lemah. Sehingga kebudayaan tersebut menjadi termarginalkan dan dianggap sebagai suatu penyimpangan. baik sadar maupun tidak sadar. Orang-orang ini mulai mengikuti ideologi-ideologi dan budaya yang tersebar pada saat itu. Hal ini akan menyebabkan hilangnya identitas mereka sebagai orang Jepang dan memotong habis budaya Jepang.
RELASI WACANA DAN KEKUASAAN
Michel Foucault menyatakan dalam bukunya yang berjudul History of Sexuality :
“Wacana menyebarkan dan memproduksi kekuasaan. Keduanya saling menguatkan”(101)
Novel Silent Honor adalah novel yang mempertontonkan praktek-praktek wacana anti Jepang. wacana menjadi alat bagi kekuasaan dalam memproduksi ideologi-ideologi dan kebudayaan yang membuat kebudayaan Jepang semakin termarjinalkan dan memperkuat ke eksistensian kekuasaan.
Salah satu contoh karya sastra yang mempertontonkan praktek-praktek wacana adalah novel dari Danielle Steele, Silent Honor yang mengisahkan pandangan-pandangan negatif tehadap orang Jepang saat perang dunia berlangsung, dimana tingkat kebencian terhadap orang Jepang pada saat itu melanda orang-orang Amerika yang sangat dendam terhadap pemboman Pearl Harbor yang memakan korban ribuan orang.
Novel ini berawal dari orang Jepang yang bernama Masao, yang tetarik terhadap pandangan-pandangan dunia barat. Dia berfikir orang Jepang harus mengikuti cara berfikir dunia barat yang lebih modern, kemudian dia mulai menyebarkan ideologi-ideologi tersebut ke istrinya yang sangat kental kebudayaan jepangnya serta anak-anaknya. Tidak hanya itu, Masao juga mengajarkan bahasa Inggris kepada anak-anaknya dan berkmunikasi dengan bahasa Inggris. Masao juga mengirim anaknya, Hiroko ke Calfornia. Supaya Hiroko lebih membuka pikirannya terhadap dunia baru di luar sana.
Dalam hal ini, kharakter Masao terpengaruh oleh ideologi-ideologi dan kebudayaan dunia barat yang tersebar luas di dunia saat itu. Dimana dunia barat menduduki negara-negara di beberapa benua, termasuk Asia Timur. Mereka menyebarkan ideologi-ideologi kenegara tersebut.melalui buku dan sebagainya.
Setelah sampai di Calfornia, Hiroko sangat terkejut melihat keluarga paman Tak yang sangat Amerika. Mereka tidak berbicara bahasa Jepang, tidak memakai kimono, tidak memasak makanan Jepang, dan lebih lanjutnya mereka berfikir California adalah negaranya. Ketika Hiroko berpakaian kimono dan membunguk untuk menunjukkan rasa hormat, mereka melihat Hiroko dengan pandangan aneh.
Masalah berlanjut ketika hiroko masuk bangku kuliah, dia mengalami diskriminasi dalam lingkungan sekolah karena orang Jepang dianggap berasal dari kelas bawah yang setara dengan pelayan.
“sama. tapi rupanya sama sekali tak terpikir oleh ayahku bersama siapa aku akan sekolah,”tukasn Anne kasar. Ia memang cantik, tapi manja, dan ia menyimpan segala prasangka seperti yang dianut kalangannya terhadap orang timur. dalam benaknya, semua orang Jepang adalah pelayan dan jauh di bawah kedudukannya.”(81)
“bagi hiroko ini sesuatu yang baru dan ia tidak memahaminya. Tapi hari itu ia merasakan sambutan yang sama dinginnya dari teman-temanya yang lain. Tak seorang pun tampaknya ingin melibatkan dirinya. bahkan sharon, yang awalnya amat hangat kepadanya, tak sudi pergi keruang makan bersamanya, atau menawarkan Hiroko untuk duduk disebelahnya, meskipun mereka mengambil banyak mata kuliah yang sama.”(81)
Hiroko sangat kaget dengan semua perlakuan teman-temanya, dia tidak merasa melakukan suatu kesalahan tapi kenapa dia sangat dibenci, orang-orang tak mau bicara padanya. Ketika Hiroko menanyakan kepada Reiko, ternyata hal tersebut sangat lumrah. Semua ini merupakan pandangan-pandangan negatif terhadap orang Jepang, prasangka buruk yang selalu ada di Amerika.
“kecongkakan, rasialisme, dan prasangka. sepertinya Miss Spencer menganggap diriya terlalu penting untuk sekamar denganmu, dan gadis yang satu lagi mungkin berpikiran serupa tapi tidak mau mengakui.”(82)
Suasana dalam novel ini semakin memanas ketika Pearl Harbor dibom oleh pemerintah Jepang. Orang-orang Jepang yang tinggal di California menjadi objek kebencian orang Amerika saat itu.
Pada saat itu wacana-wacana anti Jepang semakin banyak bermunculan. Orang Jepang mendadak menjelma menjadi musuh Amerika.
“Pada tanggal 29 desember, semua “musuh asing” di wilayah-wilayah negara bagian barat diperintahkan untuk menyerahkan “barang-barang gelap” mereka, yang meliputi pesawat-pesawat radio gelombang pendek, segala jenis kamera, teropong, atau senjata. satu-satunya masalah yang membingungkan ialah istilah “musuh asing” yang tentunya mengacu pada warga jepang. namun rupanya istilah itu ternyata dimaksudkan bagi semua keturunan jepang, baik warga negara maupun asing.”(123)
Beberapa kharakter di dalam novel ini mengalami dampak dari kebencian ini. Reiko yang tidak diizinkan lagi bekerja di rumah sakit, karena para pasien tidak mau dirawat oleh orang keturunan Jepang. Tak yang diturunkan dari jabatannya dan kemudian dipecat jadi guru besar politik. Hiroko yang semakin dikucilkan di kampusnya. Hiroko dipindahkan kamarnya ke sebuah gudang yang sangat lembab dan tidak memiliki pencahayaan, dan disana Hiroko mengalami penganiayaan, sehingga tidak memungkinkan lagi untuk bertahan tinggal di sekolahnya.
“ Hiroko mendorong pintu itu sekuat tenaga. bau busuk menyergapnya, dan ketika pintu benar-benar terbuka sebuah ember berisi cat merah meninpanya dan memercik kesegala arah. ia nyaris tak dapat bernapas. ia menangis dan berusaha melancarkan napasnya, ketika tampak olehnya barang-barang miliknya ditebar kesagala penjuru. dan seseorang menggunakan sisa cat merah untuk menuliskan kata-kata JAP, PULANG! dan ENYAH DARI SINI di seluruh dinding kamarnya, tapi yang paling keterlaluan adalah bangkai kucing yang mereka letakkan di tempat tidurnya. kucing itu rupanya sudah lama mati, bahkan sudah dikerumuni belatung”(136)
PENGIKISAN IDENTITAS DAN KEBUDAYAAN
Selama perang dunia dua ini, orang-orang yang berpernampilan seperti orang Jepang akan dapat masalah. Untuk mencegah hal itu, paman Tak menyuruh Hiroko untuk selalu berbicara bahasa inggris dan tidak boleh melakukan sesuatu yang akan mengidentifikasikan dia sebagai orang Jepang.
“No kimonos, no bowing, no foreign terms, no speaking Japanese in
public.”(p.194)
Sementara untuk keluarga paman Tak, mereka merasa dikhianati oleh negara yang mereka cintai. Mereka harus menjual semua properti mereka dan kemudian mereka di relokasi kesebuah kamp dan hanya di bolehkan membawa barang dalam jumlah yang sangat sedikit.
Saat inilah muncul pengikisan identitas yang diaalami oleh orang-orang Jepang, dimana mereka tidak lagi mengetahui siapa diri mereka, apakah mereka orang Jepang atau orang Amerika. jika mereka dikatakan orang Jepang, mereka tidak mengetahui sedikitpun tentang Jepang, karena mereka lahir dan dibesarkan di Amerika. Sedangkan Amerika yang membesarkan mereka malah memposisikan mereka sebagai musuh. Hal ini memunculkan golongan anak muda yang menyebut diri mereka pemuda No-No, yaitu golongan yang merasa dikhianati oleh Amerika dan berbalik memperontak dan membuat kerusuhan di kamp tersebut.
Didalam novel ini, bisa kita lihat bagaimana Steelle menggambarkan pandangan-pandangan negatif terhadap orang Jepang secara regular dalam bentuk wacana. menurut Michel Foucault
“ Wacana adalah elemen taktis yang beroperasi dalam kancah relasi kekuasaan’(hal.102).
Wacana dan kekuasaan mempunyai hubungan yang sangat kuat, dimana wacana dijadikan “element taktis” atau alat yang dijadikan oleh penguasa dalam menyebarkan ideologi-ideologi dan kultural, seperti fenomena yang terjadi dalam novel ini. di dalam novel ini ideologi-ideologi dan kultural tersebut di distribuskan melalaui beberapa kharakter. Masao yang mengajarkan ideologi-ideologi dunia barat kepada anaknya, paman Tak yang membuat Hiroko mengikuti kebudayaan barat dan menjadikan Hiroko menjadi sangat Amerika. Paman Tak adalah kharakter yang memotong habis kebudayaan Jepang, dengan meminta Hiroko untuk tidak menunduk kepada orang-orang, tidak membolehkan Hiroko memanggilnya dengan akhiran “san”, karena dia merasa itu sudah tak perlu dan tidak membolehkan Hiroko menggunakan bahasa Jepang terutama di depan umum.
Selain itu hampir semua kharakter di dalam novel ini mengalami masalah identitas terutama saat pengeboman Pearl Harbor. Ken, Reiko, Selly, dan Tami yang tidak mengetahui kebudayaan Jepang sama sekali dan hanya mengetahui kebudayaan Amerika karena mereka lahir dan dibesarkan di Amerika. Sementara peristiwa pemboman Pearl Harbor ini menjadikan mereka dimusuhi di negara tempat mereka lahir. Hal ini membuat mereka mengalami masalah identitas. Mereka sudah tidak mengetahui lagi apakah mereka orang Jepang atau orang orang Amerika, dan kearah mana kesetiaan mereka akan diberikan.
Wacana anti Jepang yang dihadirkan di dalam novel ini sangatlah strategis. Bagaimana ideologi-ideologi dan kebudayaan barat menghegomoni orang-orang Jepang dari berbagai macam aspek kehidupan. Aspek-aspek kehidupan tersebut meliputi ; hukum, lingkungan pendidikan, media, dan masyarakat.
Dampak negatif dari wacana ini adalah hampir semua kharakter dalam novel ini mengalami pengikisan identitas dan pengikisan kultural. Hal ini terjadi, karena wacana anti Japaness yang systematis.
KESIMPULAN
Wacana dan kekuasaan tak dapat dipisahkan. Antara wacana dan kekuasaan memiliki hubungan timbal balik yang sangat kuat. Dimana wacana dijadikan alat dalam menyebarkan ideologi-ideologi kekuasaan dan kebudayaan. Novel Silent Honor adalah salah satu contoh nyata bagaimana wacana anti Jepangdi produksi dengan sangat nyata.
DAFTAR PUSTAKA
Foucault, Michel, History of Sexuality. Pantheon Books, New York. 1976
Steel, Danielle, Silent Honor. PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2005
Tidak ada komentar:
Posting Komentar