Mengenai Saya

Foto saya
pintar,loyal, easy going

Jumat, 06 Mei 2011

GORESAN LUKA DALAM DEKAPAN IBLIS

Oktober 2010....
Sri menangis terisak-isak di tepi jalan seperti wanita yang suaminya meninggal di medan perang. Wajahnya sembab oleh air mata yang menganak sungai. Orang-orang melihatnya dengan berbagai pikiraan yang bergejolak di kepala. Bukan kepergiannya ke Mentawai yang membuat Sri menangis. Tapi kekecewaan yang menggerogoti hatinya seperti sel kanker stadium empat, sangat menyakitkan. Sri hanya minta satu pada Adit yang selalu mengisi hari-harinya. Temui dia sebelum berangkat menjadi relawan ke Mentawai. Permintaan yang sangat sederhana, tapi itu tak dilakukan oleh seorang Adit. Adit harus menjemput komandannya.
Empat hari terasa seperti penantian empat tahun bagi Sri yang dihantui kecemasan. Cemas kalau terjadi sesuatu yang tak diinginkan pada laki-laki yang telah meluluhkan hatinya yang beku. Setiap pulang kuliah, Sri duduk dengan muka cemas di depan TV. Mendengarkan reporter yang menggambarkan keadaan cuaca di Mentawai yang semakin memburuk. Badai yang terus mengamuk sehingga kapal relawan yang menyalurkan bantuan terhalang.
Berkali-kali Sri mencoba untuk menelepon, tapi yang dia dengar hanya suara operator yang berkoar-koar “nomor yang anda tuju sedang tidak aktif atau berada di luar jangkauan...bla...bla..”. Tak terhitung SMS yang telah dikirim Sri dan hampir semua SMS itu bertuliskan pending. Namun suatu hari, Sri menerima SMS dari Adit. Betapa girang perasaannya, mukanya yang murung berubah menjadi cerah. “Aku baik2 saja”. Betapa besar cinta yang telah tertanam dalam perasaan Sri.
November, 2010...
Segala sesuatu terasa sangat menyenangkan bagi Sri. Dari mulai mentari menampakkan sinarnya, senyuman kebahagiaan selalu terlukis di wajahnya, matanya selalu berbinar sepanjang hari. Semua teman-teman Sri yang satu kontrakan sudah mengetahui apa gerangan yang membuat Sri begitu senang hari ini. Adit telah selesai dari misi Menwa-nya (Resimen Mahasiswa) menjadi relawan, dan dikabarkan hari ini sampai di kota Padang.
Sore hari Sri nampak sangat sibuk bersiap-siap bertemu Adit malam ini. Adit pernah berkata sampai di Padang Adit akan langsung menemuinya. Hal itu disampaikan Adit sebelum berangkat ke Mentawai. Sri mempersiapkan baju terbaik yang dia punya untuk menemui Adit nanti malam. Akhirnya dia memutuskan untuk memakai baju kemeja yang dia beli sebulan lalu. Sri menyetrika kemeja kotak-kotak bewarna coklat itu dengan sangat rapi dan tak lupa disemprotkannya pewangi.
Jam tujuh malam, Sri telah siap menyambut kedatangan Adit. Sri terlihat begitu memukau dengan dandanannya yang sangat sederhana. Berkali-kali dipandanginya pintu, namun sosok Adit yang ditunggu belum juga muncul. Tapi ia masih berusaha untuk tenang, dia yakin Adit masih di jalan. Jam sudah menunjukkan angka delapan, namun keberadaan Adit belum menampakkan tanda-tanda. Sri mulai cemas, jangan-jangan terjadi sesuatu dengan Adit seperti dalam komik percintaan yang sering dibacanya. Akhirnya, Sri memutuskan untuk menghubungi Adit.
“Halo. Lagi dimana, Dit?” tanya Sri tanpa mendengar suara orang yang mengangkat teleponnya.
“Ini Ade, Sri...” Sri terkesiap, jantungnya mulai berdebar tak karuan. “Aditnya lagi tidur. Belum bangun-bangun dari nyampe tadi,” lanjut Ade memberi penjelasan seadanya.
“Ow... Ya udah, makasih ya, De. Salam aja buat dia,” Sri langsung mematikan teleponnya. Dia kembali kecewa, ternyata Adit lupa. Tapi Sri berusaha untuk mengerti, Adit pasti capek banget. Menjadi relawan selama empat hari pasti melelahkan, belum lagi perjalanan laut yang membuat pusing kepala.
Namun kemudian, selalu ada rintangan. Adit benar-benar susah untuk ditemui. Hujan yang mengguyur kota Padang, memang menjadi alasan paling masuk akal, kenapa Adit tak kunjung menampakkan muka di depan rumah. Pernah suatu kali Sri ingin bertemu Adit di kampus karena mereka satu kampus tapi beda fakultas. Adit tetap tak bisa ditemui. SMS Sri sering tak di balas. Kalau Sri menelepon, bisa di pastikan Adit selalu dalam keadaan sangat sibuk. Sri kuliah di fakultas sastra, sedangkan Adit kuliah di fakultas teknologi pertanian. Adit selalu disibukkan dengan laporan yang menumpuk dan harus diserahkan sebelum pratikum,selain itu Adit juga menjadi asisten bengkel dan sering di sibukkan oleh proyek-proyek dari dosen,belum lagi posisi Adit di Menwa sebagai wakil provost jadi memiliki tanggung jawab lebih. Sedangkan Sri, anak sastra tanpa ada pratikum dan tentunya tak sesibuk Adit.

Bagi Sri love is understanding, Sri selalu berusaha mengerti,memahami Adit sepenuh jiwanya. Menerima semua atribut yang melekat padanya,termasuk sifat Adit yang sangat tergantung moody-nya. Sri tak lelah menunggu Adit setiap harinya, walaupun yang ada hanya kekecewaan saat yang di tunggu tak kunjung datang.
Penantian Sri akhirnya membuahkan hasil, Adit berdiri di depan pintu rumah dengan senyum sumringahnya. Sri benar-benar sangat girang dibuatnya. Sorot kebahagia’an nampak jelas dari kedua bola matanya yang bulat. Sebuah senyuman kebahagiaan terlukis jelas di kanvas wajahnya. Senyuman yang sempat hilang. Kini Seakan-akan senyuman itu abadi untuk selamanya. Senyuman indah milik Sri, hanya milik Sri untuk Adit yang sangat dikasihaninya.
Sri dan Adit memutuskan untuk jalan-jalan ke pantai Padang “Taplau”. Begitu orang Padang menyebutnya. Tempat yang telah menpersatukan banyak hati. Sri duduk sambil menyandarkan kepala di bahu Adit yang kuat. Aroma parfum Adit tercium jelas. Begitu nyaman. Layaknya orang pacaran, mereka berbagai cerita tentang banyak hal. Cita-cita, kenangan waktu kecil, kesulitan di kampus, keluarga, semuanya. Sri merasa begitu dekat dengan Adit, seakan-akan Adit menjadi darah yang mengalir di seluruh tubuhnya.
Desember, 2010...
Sebulan setelah ketemu, Adit seakan tiada berita. Setiap kali di-SMS tak pernah di balas. Sri makin gelisah dibuatnya. Setiap kali Sri menelepon, dari intonasi Adit, seakan-akan Sri hama pengganggu. Suaranya selalu kesal. Pernah suatu kali Adit berkata di telepon “orang selalu senang menerima telepon dari pacarnya. Tapi aku tidak ngerasainnya,”. Adit juga pernah berkata “Iya. Aku merasa SMS Sri kayak teror aja. Makanya gak aku balas”. Padahal Sri hanya mengirim SMS ‘Pagi,Dit. Udah bangun blum? have a nice day’.
Malam tahun baru Sri mencoba buat nelepon Adit. Tapi nomor yang dituju selalu sibuk. Sri terus berusaha, dia tak peduli nomor Adit sibuk, karena walau sibuk sebenarnya telepon itu tetap tertera di handphone sang penerima. Sri terus mencoba puluhan kali, sampai jempolnya benar-benar sangat sakit untuk di gerakkan. Sampai dia tak kuat lagi. Tak lama kemudian Adit menelepon.
“Halo. Ada apa?”
“Kok nomornya sibuk terus? Lagi nelepon siapa?”
“Temen.”
“Cewek atau cowok?”
“Cewek.”
“ow... Jadi kamu nelepon cewek dan teleponku diabaikan?”
“Iya. Udah lama gak nelepon dia. Kangen..”
“Sebenarnya perasaanmu ke aku kayak apa sih sekarang?”
“Saya tidak tahu perasaan saya pada Anda saat ini.”
Sri memutuskan komunikasi saat itu juga. Hatinya perih bagai disayat-sayat oleh sembilu. Ketika kembang api bagai bunga bermekaran berhamburan di Taplau menghiasi langit kota Padang dengan cahaya dan warna warni yang sangat mengagumkan, ketika semua orang tersenyum bahagia menyambut kedatangan tahun baru,saat itu tanpa ada yang tahu, butiran bewarna bening menganak sungai di pipi Sri yang tampak sembab. Sri tetap berusaha untuk sabar. Yang namanya hubungan takkan selalu indah seperti yang dibayangkan. Pasti akan selalu ada rintangan yang menghadang. Sri yakin hubungannya tengah di uji oleh tuhan, sekuat mana dia mampu bertahan saat berdiri di tengan kegelapan di bawah lingkaran setan,yaitu sebuah kebosanan.
Januari 2011...
Rasanya liburan begitu panjang. Rasanya tak sabar ingin bertemu dengan Adit, ingin cepat-cepat mengaplikasikan rencana yang telah di sepakati berdua, jalan-jalan kekampung halaman Adit ,pesisir selatan. Setiap malam Sri selalu membayangkan pergi jalan-jalan ke pantai bareng Adit. Menikmati indahnya pantai Pesisir Selatan, berjalan di atas butiran pasir bewarna putih, air laut bewarna biru yang begitu bening. Sri benar-benar tak sabar menunggunya, sering kali Sri tersenyum tersipu-sipu membayangkan bersandar di bahu Adit kala menikmati langit senja bewarna merah, dan sang raja siang yang perlahan-lahan turun dari singgananya.
Dengan perasaan berdebar-debar Sri menyambar telepon. Sebuah suara yang sangat dikenalnya menyahut dengan lembut. Hati Sri terasa hangat mendengar suara itu. Saat mendengarnya, Sri merasa Adit yang ia rindukan telah kembali, Adit yang dulu telah kembali. Sri benar-benar bersyukur pada Tuhan. Rasa cemasnya hilang seketika. Apa lagi saat Adit mengatakan ‘Kapan balik ke Padang? Gimana kita mau jalan-jalan ke Pesisir kalo Sri masih di kampung?’
Setelah menelepon, Sri langsung memasukkan semua pakaiannya ke dalam koper. Raut wajahnya benar-benar bahagia. Kepada neneknya, Sri mengatakan akan kembali ke Padang hari ini untuk mendaftar ulang dan mengurus pengisian KRS (Kartu Rencana Studi).
Februari 2011....
Sudah empat hari Sri di Padang, tapi Adit tak kunjung menampakkan rupanya. Setiap hari Sri menatap pintu rumah, berharap ada suara orang mengetuk pintu. Tapi setiap kali melihat, orang itu bukan Adit, tapi orang yang mengantarkan air galon ke rumah.
Adit kembali membuat alasan, tiap kali Sri minta ketemuan di telepon. Mulai dari sibuk bikin mesin untuk pertanian, lagi main sama teman, lagi nonton. Sri benar-benar hampir gila di buatnya, tapi Sri masih berusaha untuk sabar, Sri tahu setiap hubungan pasti ada masa jenuhnya, Sri berusaha memahami itu. Setelah yakin, perasaannya telah tenang, Sri memutuskan untuk menelepon Adit. Telepon tersambung. Terdengar suara khas cowok. Adit.
“Halo. Ada apa?” tanya Adit dingin. Ciri khas Adit seperti biasa. Sri benar-benar tidak tahu harus bagaimana lagi ngadepin sikap Adit. Sri benar-benar lelah. Tapi Sri tetaplah gadis polos yang baru mengenal cinta. Baginya asal ada cinta, asal Adit menyayanginya, itu semua cukup. Sri bertekad akan memperjuangkannya dan bertahan dalam hubungan yang sangat menyiksa jiwanya ini. Baginya sesuatu yang diinginkan tak mudah untuk didapatkan.
“Adit, kalau Adit gak datang kesini, aku gak apa-apa kok. Aku cuma pengen tahu sebenarnya ada apa. Kenapa sikap Adit belakangan jadi aneh banget sama aku? Aku ada salah dit?” tanya Sri sungguh-sungguh.
“Gak ada apa-apa kok. Cuma pengen aneh aja!”
“Sebenarnya selama liburan ini aku udah intropeksi diri, kalau-kalau aku ada salah sama Adit. Aku ingin menjadi yang terbaik buat Adit, aku pengen berusaha buat jadi pacar yang bisa Adit banggakan. Kalau ada masalah lebih baik kita ketemu, Adit. Kita diskusikan bersama.”
“Ntar kalau ketemu pasti ngamuk, gak mau ah! Malas!”
“Perasaan Adit ke aku gimana?”
“Gak tau.”
“Ada cewek lain yang Adit suka?” tanya Sri berusaha untuk tegar. Sebuah pertanyaan yang dihindarinya selama ini. Pertanyaan yang sangat ditakutinya. Pertanyaan yang sudah bersarang di dalam jiwanya selama ini.
“Iya, ku lagi suka sama anak Medan. Satu fakultas sama aku jadi bisa ketemu tiap hari. Lagi deket.....,” kata Adit dengan intonasi gembira, tanpa ada perasaan bersalah sedikitpun.
Sri hanya diam. Cuma itu yang dilakukannya. Ingin rasanya dia berteriak saat itu, menangis, meraung-raung seperti dahulu kala. Tapi itu tak dilakukannya. Semua kesabarannya selama ini tak ada gunanya karena cinta yang dia perjuangkan ternyata seperti ini. Hubungan yang selalu dia jaga dengan penuh kesetiaan berujung kecewa.
“Lho kok diam? Nangis ya? Aku gak salah kan? Setiap pertanyaan harus ada jawabannya!” Adit terus berkata-kata.
Sri masih diam membisu. Tatapannya kosong, semua memori indah mulai terlihat samar-samar. Sementara Adit mulai bercerita tentang gadis yang mulai dekat dengannya, kemungkinan saat dia jadian dengan gadis itu. Tak lupa Adit menambahkan, meminta Sri untuk mengakhiri hubungan ini.
“Ya... Ki.... ki...ta udahan. Ki...kita akhiri hubungan ini. Se...semoga bahagia..,” kata Sri dengan suara terbata-bata.
“Oh.... syukurlah. Udah ya. Bye.”
Telepon ditutup, tapi Sri terdiam disana. Dia hanya duduk menatap dinding kamar dengan tatapan yang akan membuat orang tergetar dan bisa merasakan betapa dalamnya luka membalut hatinya.
***
“Sri, kamu gak boleh kayak gini terus. Aku bosan liat kamu yang bengong kayak makhluk gak bernyawa. Walau kamu putus sama Adit, hidup akan terus berlanjut terus. Coba kamu pikirin nenekmu yang sayang banget ama kamu Sri. Nenek yang menaruh harapan besar buat cucu kesayangannya, nenek yang berjuang melawan beban hidup, demi melihat cucunya memakai baju wisuda!!!” ujar Rahmi yang mulai kesal melihat Sri yang bertingkah putus asa. Seakan hidup berakhir dengan berakhirnya hubungannya dengan Adit.
Sri menatap Rahmi dengan sebuah senyuman yang sangat dipaksakan. Dia seakan berusaha untuk tegar, supaya sahabatnya tak cemas lagi melihat kondisinya.
“Udah daftar ulang ke fakultas belum?” tanya Rahmi. Tanpa menunggu jawaban, Rahmi langsung melemparkan handuk ungu kesayangan Sri. Dengan sigap, Rahmi menarik tangan Sri dan mendorongnya ke kamar mandi.
“Cepat mandinya, kita harus buru-buru, bentar lagi fakultas tutup, dan kalau itu sampai terjadi berarti secara otomatis kita takkan terdaftar sebagai mahasisiwa semester ini, alias terpaksa B.S.S (Berhenti Studi Sementara),” teriak Rahmi dari luar.
“Iya, tahu...”
Sri mulai tampak sedikit bersemangat, Rahmi yang mengendarai motor bisa merasakan perubahan pada teman baiknya. Rahmi turut senang, sebuah senyuman tulus terukir disana. Rahmi terus mengajak Sri mengbrol sambil mengendarai motor.
Sesampainya di tikungan dekat gedung futsal, Rahmi membelokkan motor dengan cepat, tanpa diduga bus kampus yang sedang beroperasi datang dari arah yang berlawanan. Motor yang dikendarai terpental sejauh 20 km. Rahmi terlempar ke tanah di samping jalan, seketika itu langsung tak sadarkan diri, sedangkan Sri tergeletak di jalan dalam genangan hangat bewarna merah.
Supir bus dan beberapa penumpang langsung turun. Keduanya langsung dilarikan ke rumah sakit terdekat. Sri tampak sangat kesakitan, nafasnya tersengal-sengal, sementara darah terus bercucuran dari sekujur tubuhnya.
Rahmi telah sadarkan diri. Dia melihat Sri yang ada di sampingnya, terbujur kaku dengan luka di sekujur tubuhnya. Dokter menggelengkan kepala menandakan Sri tak terselamatkan. Kain putih ditarik hingga menutupi kepala. Butiran bewarna bening menganak sungai di wajah Rahmi yang tergores luka, namun bukan luka luar yang menyakitkan, tapi luka hatinya yang harus menyaksikan sahabatnya dipanggil Yang Maha Kuasa.
Tak lama kemudian, keluarga Sri datang mengelilingi tubuh Sri yang terbujur kaku. Terdengar raungan yang begitu menyiksa. Duka dari keluarga yang ditinggalkan, duka dari tiang harapan yang telah hilang.
***
Rahmi masih bisa merasakan derai tawa Sri dalam kamar. Pendapat-pendapat Sri yang kritis tentang berbagai hal, mengobrol dengan Sri merupakan suatu kebahagiaan. Sri yang ceria, Sri yang usil, kini telah tiada.

Lagu Ada Band mengalun, Rahmi berusaha mencari sumber suara yang digunakan Sri dalam handphone-nya sebagai ringtone tanda ada pesan. Rahmi menemukan handphone Sri yang tertinggal di atas lemari, sebelum kecelakaan tragis itu terjadi. Sebuah pesan dari Adit. Rahmi geram bukan kepalang, buat apa manusia yang lebih kejam dari iblis itu mengirimkan SMS ke handphone Sri. Satu hal yang paling di sesali Rahmi dan yang sangat di bencinya, adalah kesabaran Sri semasa hidupnya menghadapi Adit. Padahal Adit memperlakukan Sri tak ubahnya sampah, yang di buang berkali-kali kemudian di pungut lagi. Berkali-kali Rahmi menasehati, tapi Sri tak pernah mengerti,konsep love is blind sangat berlaku pada diri Sri, bahkan sampai tuhan memanggilnya.
Rahmi penasaran sehingga dia membuka dan membaca pesan singkat itu.
Sender : 08126607xxxx
‘Q dh jdian ma dy, lupain smua ttg kt’
MANUSIA BODOH
By: Ada Band
Dahulu terasa indah Tak ingin lupakan
Bermesraan slalu jadi satu kenangan manis
Tiada yang salah…
Hanya aku manusia bodoh
Yang biarkan semua
Ini permainkanku berulang-ulang kali
reff
Mencoba bertahan sekuat hati
Layaknya karang yang di hempas sang ombak…
Jalani hidup dalam buai belaka
Serahkan cinta tulus di dalam takdir
Tapi sampai kapan kah ku harus menanggungnya
Kutukkan cinta ini
bersemayam dalam kalbu
semua kisah pasti ada akhir yang harus di laluai
begitu juga akhir kisah ini
yakinku indah

Tak ayal tingkah lakumu buatku putus asa..
Kadang akal sehat ini tak cukup membendungnya
Hanya kepedihan yang slalu datang menertawakanku
Kau belahan jiwa tega menari indah di atas tangisanku

Tidak ada komentar:

Posting Komentar